Parto menangis ketika menerima slip gaji bulan ini, dia harus menerima kenyataan pahit karena uang hak atas kerjanya harus mendapat potongan. Perusahaan beralasan, keterlambatan adalah tindakan indisipliner jadi selayaknya gaji Parto dipotong. Ya nilainya serupa dengan dua dus susu untuk anaknya. Untung, Lela istri Parto air susunya masih keluar lancar. Cukuplah untuk menyusui Parto dan anaknya.
Setiap pagi, Parto harus bangun lebih awal hanya untuk sekedar membeli lauk untuk sarapan atau menyapu area rumah dan halaman. Setelah beberapa aktivitas tadi, Parto harus menyiapkan diri untuk berangkat bekerja. Parto selalu naik Angkutan Umum Jalur Selatan untuk menuju tempat kerjanya. Ya kira-kira memakan waktu setengah jam lah. Tapi namanya juga jalanan, kondisi penumpang sepi atau malah jalan yang macet membuat angkutan berjalan lebih lambat. Alhasil, Parto selalu datang lebih lambat dari teman-teman lain sekantornya.
Meskipun suka terlambat, Parto memiliki dedikasi sendiri terhadap pekerjaannya. Parto bisa mengatasi keterlambatan kehadirannya dengan kemunduran jadwal pulangnya dan tentu pekerjaan yang selalu dilibasnya habis. Intinya dia selalu ada tanggung jawab terhadap kerjaannya. Tapi namanya juga mesin absensi yang dipakai perusahaan. Kita seperti menyembah mesin absensi, daripada menyembah monitor. Satu menit atau dua menit terlambat itu sangat berarti kawan.
Dan Parto si kaum buruh pun tetap bertahan dengan pekerjaan itu. Entah apa yang dihasilkan yang penting eksistensinya. Dan sampai sekarang, Parto masih menangis meratapi potongan gajinya. Karena potongan gajinya dia harus berbagi susu dengan anaknya.
Setiap pagi, Parto harus bangun lebih awal hanya untuk sekedar membeli lauk untuk sarapan atau menyapu area rumah dan halaman. Setelah beberapa aktivitas tadi, Parto harus menyiapkan diri untuk berangkat bekerja. Parto selalu naik Angkutan Umum Jalur Selatan untuk menuju tempat kerjanya. Ya kira-kira memakan waktu setengah jam lah. Tapi namanya juga jalanan, kondisi penumpang sepi atau malah jalan yang macet membuat angkutan berjalan lebih lambat. Alhasil, Parto selalu datang lebih lambat dari teman-teman lain sekantornya.
Meskipun suka terlambat, Parto memiliki dedikasi sendiri terhadap pekerjaannya. Parto bisa mengatasi keterlambatan kehadirannya dengan kemunduran jadwal pulangnya dan tentu pekerjaan yang selalu dilibasnya habis. Intinya dia selalu ada tanggung jawab terhadap kerjaannya. Tapi namanya juga mesin absensi yang dipakai perusahaan. Kita seperti menyembah mesin absensi, daripada menyembah monitor. Satu menit atau dua menit terlambat itu sangat berarti kawan.
Dan Parto si kaum buruh pun tetap bertahan dengan pekerjaan itu. Entah apa yang dihasilkan yang penting eksistensinya. Dan sampai sekarang, Parto masih menangis meratapi potongan gajinya. Karena potongan gajinya dia harus berbagi susu dengan anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar