Sabtu, 30 Agustus 2008
Everythings Going Bright
Senin, 25 Agustus 2008
Everythings Going Bright
When first i saw your face
I can burn lonelyness
When i'm feel empty
you come to giving warm
everythings going right
everythings going bright
When i'm feel down, you come to reach my hand
Bring me away from this pain
Please you remember when we laugh together
Celebrating our love
everythings going right
everythings going bright
So please don't go away from me..
And from my heart..
I need you, to keep this love..
For you and I..
Senin, 11 Agustus 2008
caci maki konsumsi mati
Jadi aku memilih mendengarkan lagu :
1. Burgerkill " Darah Hitam Kebencian "
Lagu ini pas buat numpahin segala kelu kesah.
2. Burgerkill " Atur Aku "
Karena aku memang tak pernah mau dewasa.
3. Efek Rumah Kaca " Jatuh Cinta itu Biasa Saja "
Lagu buat kamu yang membunuh cinta, karena jatuh cinta itu biasa saja!
Jumat, 08 Agustus 2008
Merindukan yang seharusnya tidak dirindukan.
1. Memikirkan teman SMP a.k.a cinta lama yang ga jelas keberadaannya. Sebenernya tau sich rumahnya dimana, kuliah dimana, no.hapenya berapa. Tapi aneh aja kalo aku tiba - tiba mikirin dia lagi, dulu puluhan kali cintaku ditolak ma dia. Takut kalo ntar malah ditolak lagi.Oh..how poor i am??
2. Memikirkan wanita yang dipuja sejuta umat. Rasanya gimana gitu kalo suka sama cewek yang emang dipuja sejuta umat. Ga tau juga perasaan dia gimana ma aku, tapi mo nanya takut juga. Dia kan udah dipuja berjuta umat. Tapi ngomong - ngomong soal perasaan, mungkin suatu saat aku berani buat bilang. Tapi ga dalam waktu dekat inilah.
3. Memikirkan mantan pacar,ups! Ya aku emang masih mikirin dia, masih buka FSnya, masih sms walopun ga jelas juga. Tapi sudahlah, emang sudah berakhir. Tapi aku tetap merindukan pertemanan singa dan kijang karena percintaan singa dan kijang ketika berlari sudah berakhir.
Udahlah, cukup itu aja. Segitu aja udah nyita pikiran banget. .
susah bernafas itu..
Susah bernafas itu seperti berlari terus menerus tanpa henti dan tanpa penghapus dahaga.
Susah bernafas ketika semua masalah menggertak sama saja dengan duri yang menusuk perlahan di otak kiri.
Susah bernafas itu aliran darah yang berhenti ketika masih dipaksa bekerja.
Susah bernafas itu sama saja dengan kijang yang harus mati tertikam oleh singa jantan.
Susah bernafas itu bersenang - senang dengan malaikat pencabut nyawa.
Susah bernafas itu mencabik - cabik paru - paru saat mencoba bertahan.
Susah bernafas itu air di lautan yang menghantam karang yang rapuh.
Susah bernafas itu seperti lahar panas yang melelehkan pohon tak berdosa.
Susah berhafas itu ribuan nyawa menjerit menderita.
Susah bernafas itu aku.
Well, kenapa aku memilih nama susah bernafas untuk blog ini. Karena susah bernafas itu aku, sejak kelas tiga SD aku sudah berteman dengan penyakit asma yang entah datangnya dari mana. Sejak itu aku harus dipaksa bangun tidur ditengah malam untuk minum obat jika aku kecapekan. Aku dipaksa untuk tersedak - sedak jika berurusan dengan debu dan udara dingin. Aku dipaksa tidak tidur semalaman jika penyakit itu belum hilang. Bukannya hiperbola atau apa, tapi inilah kenyataannya. 10 tahun lebih berteman dengan penyakit yang merepotkan. Aku tidak akan lari atau memusuhi penyakit ini, tapi tetap memilih berteman walau kadang sakitnya meradang.
Meskipun begitu aku tetap bersyukur dalam keadaan seperti ini, cuma kadang sangat menyiksa dan melelahkan. Ribuan obat telah masuk dalam tubuh ini, dan ribuan malam kuhabiskan dengan rasa sakit ini. Semoga saja hal ini tidak menurun kepada anak cucu ku. Kasian mereka jika harus seperti ini, lebih baik penyakit ini menggerogoti raga ini daripada anak cucu ku yang harus menikmati.
Terima Kasih Tuhan...
Minggu, 03 Agustus 2008
Sebatang Djie Sam Soe dan Sedikit Alkohol
Sabtu sore kemarin, mulut kering ini terlegakan dengan Alkohol berkadar rendah yang dibawakan oleh Nonit dan Dullah. Hmm..segarnya perut ini, sejak siang belum terisi makanan. Hangat dan di kepala terasa berat, mengantuk tepatnya. Tapi tidur bukanlah jawaban, aku memilih menuju tempat Bu Porno aka Bu Parmo di depan kantor untuk membeli sebatang rokok, dan Djie Sam Soe rokok favorit ayahku sebelum berhenti merokok menjadi pilihan.
“ Bu..tumbas rokok…”
“ Opo mas..??? “
“ Djie sam soe mawon sebatang..”
“ Malem minggu kok Cuma sebatang ?? “
“ Saya ga ngrokok kok bu “
“ Ga ngrokok kok beli rokok “
“ Lha wong mumet bu! “
“ Cah enom kok mumet to dik..?? “
Cukup lucu juga, obrolan dengan bu Porno. Dan aku memilih pamit untuk kembali masuk ke radio, obrolan bersama Nonit, Dullah dan Nying – Nying berlanjut seiring kepulan asap yang terus mengalir dari mulutku. Karena tidak terbiasa merokok, kadang asap yang keluar perih di mata, oh damn! Ga lucu kayaknya perokok yang menangis karena asap rokok. Alkohol yang masuk juga menambah lebar tawa kita.
Orang kantor bilang, saya masih dalam suasana kacau galau pasca putus. Mungkin benar adanya, terbukti dengan hari – hari yang sangat tidak jelas. Main PS sendirian di rental, nonton film sendiri di rumah dan membaca buku bagai orang sakit di kamar. Aku yang mengakhiri hubungan itu, tapi aku yang merasa sangat hancur. Bisa dibilang si tukang eksekusi mati karena tindakannya sendiri. Tapi aku tidak akan melawan rasa sakit itu, aku memilih berteman dengan rasa ini. Ini sudah keputusanku, biarkan saja rasa itu menjalar, dan nanti apabila rasa itu bosan meradang di diri ini. Aku yang akan mengeksekusinya.
Kembali lagi dengan alcohol dan djie sam soe, aku membiarkan diriku menentukan pilihannya. Mungkin saat itu, tubuh ini memilih berteman dengan alcohol dan rokok sebagai simbolik penenang saja. Atau tepatnya media perantara pelega perasaan. Terlalu kekanakan memang, karena memakai perasaan sebagai opsi pilihan. Logika yang diagungkan orang – orang yang mengaku dewasa tak pernah terpikirkan ketika dalam kondisi seperti ini.
Orang yang menderita, butuh media. Ketika musik, teman atau keluarga tidak bisa berbuat apa – apa mungkin alcohol dan djie sam soe yang bisa melegakan sementara. Cobalah, asal tidak permanent tidak akan berbahaya kawan.